Beberapa tahun lalu saya bersama adik berkunjung ke tempat petilasan Ardi Lawet. Waktu itu perjalanan yang tidak direncanakan, hanya sesaat setelah malamnya berkeinginan untuk jalan kemudian tempat inilah yang dituju. Kebetulan orang Purbalingga maka kalau ada satu tempat di daerah Purbalingga yang belum pernah melihat tentunya akan membuat penasaran juga. Akhirnya jadi juga pagi itu perjalanan dengan naik sepeda motor skutik untuk menuju ke dusun terakhir di daerah Penusupan Rembang, Purbalingga, sebelum nantinya dilanjutkan dengan jalan kaki menuju lokasi komplek pemakaman ini.

Petilasan Ardi Lawet ini kalau disebut sebagai obyek wisata, mungkin agak kurang tepat juga. Hal ini karena pengunjung yang datang ke sana adalah memiliki tujuan khusus bukan untuk berwisata biasa. Jadi pengunjung yang bertujuan wisata paling hanya terbatas bagi orang-orang tertentu yang memiliki jiwa adventuring atau pecinta alam. Mungkin kalau disebut sebagai tempat wisata dengan embel-embel ziarah barulah lebih tepat. Hal ini karena karena tujuan utama mereka adalah memang berziarah sekaligus menikmati pemandangan alam yang ada.

Petilasan Ardi Lawet berada di Desa Panusupan Kecamatan Rembang. Kalau dari kota Purbalingga kurang lebih berjarak 30 km. Lokasi ini dapat ditempuh melalui Bobotsari atau melalui Rembang. Jika melalui Bobotsari maka mengambil rute Purbalingga – Bobotsari – Karanganyar – Karangmoncol – Rajawana – Panusupan – Ardi Lawet. Kalau melewat jalur Rembang, arahnya adalah Purbalingga – Kaligondang – Pengadegan – Rembang – Rajawana – Panusupan – Ardilawet. Angkutan umum hanya sampai daerah Rajawana, sebelum disambung angkutan carter atau ojek sampai ke Panusupan. Dari sini pengunjung harus berjalan kaki untuk sampai ke Ardilawet sekitar 4 kilometer dengan mendaki bukit.

Perjalanan menyusuri punggung bukit menuju komplek makam Ardi Lawet.

Perjalanan menyusuri punggung bukit menuju komplek makam Ardi Lawet.

Seperti disinggung di atas bahwa Petilasan Ardi Lawet merupakan obyek wisata ziarah, karena sebagian besar pengunjungnya adalah para peziarah yang menginginkan berkah dari syekh Jambu Karang. Tokoh ini merupakan seorang tokoh penyebar agama Islam di daerah Purbalingga. Di tempat ini terdapat kuku dan rambut Syekh Jambu Karang yang dikeramatkan. Hari-hari ramai adalah Rabu Pon, karena menjelang malam Jum’at kliwon atau Kamis Wage diadakan upacara buku klambu dan yang paling ramai dikunjungi adalah Rabu Pon Bulan Suro.

Sewaktu kepergian saya ke lokasi ini dengan adik memang bertujuan melihat-lihat saja. Jadi perjalanan juga bukan memilih hari tertentu dan juga kepergian ke sana dilakukan di siang hari. Saat kami ke sana dimulai dari acara mengisi perut dengan sarapan pagi secukupnya guna persiapan jalan dan pendakian. Perjalanan naik motor dari rumah di Blater ke Panusupan memakan waktu kurang dari 1 jam, dengan memilih rute lewat Bobotsari

Di Penusupan motor kami titipkan ke kenalan adik. Selanjutnya kami berjalan dengan melewati gapura masuk ke jalur pendakian ke lokasi petilasan.   Beberapa puluh meter dari lokasi ini jalan langsung mendaki bukit dengan menggunakan undak-undakan dari batu yang ditata rapi. Perjalanan melewati kebun rakyat yang banyak ditanami pohon sengon, pohon buah-buahan dan berbagai jenis pohon lain. Setelah mendaki agak tinggi sampailah kami di punggung bukit dengan wilayah yang relatif terbuka dari pepohonan. Di daerah ini lebih banyak ditanami tanaman ladang serta tanaman sereh wangi. Rute pendakian ini selanjutnya adalah berupa jalan tanah yang menyisiri punggung bukit jadi relatif datar dengan beberapa tempat ada yang naik tetapi juga ada yang turun.

Pemandangan di bawah yang indah untuk dipandang.

Perjalanan di pagi hari itu ternyata juga cukup menyita energi dan menyebabkan tubuh banyak mengeluarkan keringat. Udara yang sejuk tetap tidak menghalangi tubuh berkeringat dan memaksa kita harus banyak minum air kemasan. Untunglah diberitahu adik bahwa di lokasi tujuan nanti ada penjual makanan dan minuman sehingga saya dapat tenang banyak minum bekal air ini.

Pemandangan alam selama perjalanan cukup indah juga. Lumayan untuk mengusir rasa lelah kalau saat berhenti beristirahat meluruskan kaki. Beberapa pemukiman desa juga terlihat nun jauh di bawah sana. Dari punggung bukit ini tampak beberapa sungai mengalir seperti ular berkelak kelok. Di suatu lokasi terlihat juga sosok air terjun dan sampai terdengar bunyi gerojok air yang jatuh itu. Kami juga melewati tempat penyulingan minyak sereh wangi milik penduduk setempat di satu titik jalur pendakian.

Selama perjalanan kami banyak berjumpa penduduk setempat yang pergi ke ladang untuk menengok tanamannya. Ada juga yang berpapasan dengan kami setelah mencari rumput untuk hewan ternak mereka. Yang jelas mereka agak heran karena berpapasan dengan kami yang bepergian pada waktu siang hari, karena umumnya penziarah berdatangan di malam hari.

Setelah berjalan hampir 2,5 jam sampailah kami ke perbukitan yang mulai banyak tumbuh pepohonan rimbun. Pepohonan liar ini ternyata menandakan bahwa kami sudah mau dekat dengan lokasi petilasan yang dituju. Akhirnya sampailah kami di lokasi ini menjelang dzuhur.

Pepohonan alami banyak terdapat di sepanjang jalan.

Plang daftar fasilitas di lokasi petilasan.

Di lokasi ini terlihat sepi  yang ternyata karena bukan waktu yang banyak dipilih para penziarah. Kami hanya menjumpai beberapa orang penziarah yang ternyata sudah bermalam di sana selama lebih dari dua hari.  Di situ juga ada warung makan yang menyediakan makanan nasi dan makanan ringan lain serta minuman. Bagi kami tentu saja lebih menyukai kesempatan untuk istirahat terlebih dahulu dengan memesan minuman teh panas dan memesan mendoan.

Selama beristirahat kami pun mengobrol dengan ibu penjual makanan. Dari beberapa warung yang tersedia hanya satu yang buka. Ibu itu bercerita memang biasanya hanya saat malam saja kalau tempat ini ramai dengan pengunjung. Kami pun berjumpa dengan seorang janda dari daerah Jawa Barat yang mengaku sudah beberapa hari di daerah itu untuk meminta peruntungan berkah guna mengatasi masalah ekonomi yang menderanya.

Setelah cukup beristirahat kami pun berjalan mengambil air membersihkan diri di tempat wudlu dekat mushola yang tersedia. Setelah itu kami mendaki tangga semen yang tersedia guna menuju komplek makam. Tangga yang dinaungi tanaman semak menggantung cukup membuat suasana menjadi lebih wingit. Anak tangga yang berjumlah puluhan itu pun terasa ringan setelah beristirahat tadi. Sampailah kami di suatu rumah kayu beratapkan seng yang tertutup tanaman epifit di atas seng tersebut. Di pelataran yang bersih dan terawat itu memang biasa digunakan untuk bersemedi mencari wangsit. Kalau siang juru kunci tidak membuka pintu masuk ke dalam ruangan, jadi saat itu saya hanya berpuas hati melihat sekeliling dan mengambil foto seperlunya. Setelah itu tidak seperti pengunjung lainnya yang berlama-lama di sini, kami pun segera turun kembali ke bawah.

Anak tangga menuju rumah makam.

Berfoto sejenak di depan rumah makam yang terkunci.

Dari sini kemudian kami mengikuti petunjuk anak panah untuk menuju sumur atau mata air yang berada di dekat situ. Di bawah lokasi musholla dengan menuruni lereng sekian puluh meter memang terdapat mata air kecil yang mengeluarkan air jernih. Cukup dingin dan menyegarkan jika kita membasuh muka dan rambut dengan air tersebut.

Setelah itu kami kembali ke warung penjual makanan. Kami pun memesan segelas teh panas lagi dan membeli sebotol air kemasan untuk bekal perjalanan pulang. Setelah membayar semua yang telah dipesan tadi kami pun berpamitan pulang kembali ke bawah.

Perjalanan pulang terasa lebih cepat karena dapat ditempuh tak sampai dua jam untuk sampai ke dusun Penusupan tempat kami menitipkan motor. Hanya karena jalan tanah kali ini memakan korban berupa sandal japit yang putus saat digunakan berjalan turun. Saat  perjalanan pulang kami pun perlu menambah bekal lagi dengan mengisi perut  berupa makan bakso di perjalanan mendekati daerah Bobotsari. Pada saat itu pun kemudian turun hujan yang cukup lebat jadi membuat kami terpaksa menunggu hujan mereda. Waktu perjalanan diteruskan kami melewati sungai yang tadinya tampak jernih dari atas, ternyata waktu itu berubah kecoklatan karena menampung air hujan yang melarutkan air tanah di sekitarnya.

Sore hari sampailah kami kembali di rumah Blater Purbalingga. Tentunya hal yang paling nikmat saat itu adalah tidur beristirahat meluruskan kaki yang telah dipaksa berjalan lumayan cukup jauh. Perjalanan kali itu dengan mengunjungi petilasan Ardi Lawet memang cukup mengasyikan.

Kalau ditanya apakah ingin ke sana lagi berkunjung ke petilasan ini ? Jawaban saya tentu saja sudah cukuplah sekali saja, karena memang tidak ada tujuan khusus berkunjung ke lokasi itu.

Terus kalau ada yang ingin minta diantar ke sana. Boleh-boleh saja. Paling tidak akan saya tunjukkan jalan menuju ke sana.

Kalau tetap ingin diantar, boleh saja nanti akan diantar tapi cuma sampai ke dusun Panusupan itu.

Iqmal Tahir

ps. Kalau tertarik lebih lanjut dan mungkin ingin bertujuan khusus (ini sih tidak saya sarankan), silakan cari informasi lebih lanjut di :
1. Ziarah Makam Syeh Jambu Karang Gunung Ardi Lawet.

2.Panusupan Siap Jadi Desa Wisata

3. Wisata ziarah Petilasan Ardi Lawet Purbalingga

Satu tanggapan »

  1. Bagus mas sudah merasakan indahnya alam penusupan……saya pribadi sudah beberapa kali kesana meski tidak memiliki tujuan khusus………….(bahkan sampai bermalam dan baru turun pagi hari….coba anda kesana lagi turun pagi dan rasakan sensasi “berjalan diawang awang”

    • Iqmal berkata:

      sippp…. saya ke sana siang hari, jadi banyak berkeringat… tapi memang pemandangannya cantik juga… hijau dan asri… cuma memang di beberapa tempat sudah agak gundul…

Tinggalkan Balasan ke Iqmal Batalkan balasan