Kebutuhan angkutan umum dalam kota di berbagai kota besar yang nyaman dan manusiawi sangat diprioritaskan, terlebih dalam kondisi sarana infrastruktur yang terbatas jika dibandingkan dengan jumlah pengguna. Termasuk juga di kota Yogyakarta, yang saat ini diberikan dengan layanan bis kota dari armada KOPATA, DAMRI dan yang terakhir adalah bus Trans-Yogya. Untuk angkutan di wilayah pinggir kota juga ditunjang dengan layanan kobutri dan angkutan mikro yang berwarna kuning.

Dari berbagai penyelenggaraan aturan itu, yang relatif nyaman dan manusiawi adalah sarana bus kota Trans-Yogya. Bus yang berwarna hijau-kuning ini memiliki jalur tertentu dan hanya berhenti di shelter tertentu saja. Rute yang di tempuh mengikuti jadwal yang telah ditentukan sehingga penumpang dapat pasti dan yakin akan perjalanan yang ditempuh. Layanan pembayaran juga ditentukan berdasarkan sistem tiket yang dibayar pada petugas di shelter pemberhentian. Pengemudi tidak ditargetkan mencari penumpang sebanyak-banyaknya. Perlu diketahui bahwa bus ini dimiliki oleh usaha milik pemerintah daerah dan operasional telah diatur sedemikian rupa sehingga layanan lebih diutamakan untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan bagi para penumpang serta pengguna jalan lainnya. Pengemudi digaji secara tetap per bulan. Dengan demikian pengemudi dapat bertanggung jawab untuk mengikuti semua peraturan operasional yang telah ditetapkan.

 Bus Trans Jogja

Sistem dan operasional tersebut ternyata tidak dijumpai pada angkutan umum perkotaan yang lain. Untuk bis kota-kota meskipun telah diatur jadwal pemberangkatan dari terminal, namun di jalan seringkali pengemudi menjalankan bus sesuka hatinya. Tujuannya adalah untuk mencari penumpang sebanyak-banyaknya sehingga beban operasional seperti bahan bakar, setoran ke pemilik bus, dan uang tip ke calo akan dapat tertutupi, dan pada akhirnya sisa pendapatan hari itu dapat diperoleh sebagai upah krew bis. Bis sering menunggu di tempat-tempat pemberhentian tertentu untuk menunggu penumpang, yang bahkan dapat mengganggu pengguna jalan lainnya. Bus sering berhenti seenaknya di berbagai tempat untuk menaikkan atau menurunkan penumpang. Laju bus sering terkesan ugal-ugalan apalagi jika terdapat dua bus dengan jalur sama berjalan dengan selisih waktu berdekatan. Kenyamanan akan tidak dapat dirasakan oleh penumpang. Hal ini ternyata juga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas yang mungkin saja melibatkan pengguna jalan yang lain.

Kecelakaan yang melibatkan bus kota ini tidak jarang menimbulkan korban luka atau bahkan korban meninggal. Seringkali korban sebenarnya tidak dalam posisi bersalah, hanya karena faktor kecerobohan pengemudi bis ini yang mengakibatkan terjadinya peristiwa kecelakaan ini. Kondisi lalu lintas dan infra struktur di kota Yogya ini memang rumit, sarana jalan relatif kurang memadai dengan lebar jalan yang sempit, banyak dijumpai simpang dan lampu traffic light. Di sisi lain, pengguna jalan semakin banyak apalagi saat ini didominasi dengan pengguna sepeda motor yang berseliweran di jalan raya. Pada kondisi seperti ini, sangat tidak dimungkinkan bagi bus kota yang berukuran besar untuk melaju dengan kecepatan tinggi. Oleh karena itu dapat dipahami tingkat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus kota ini akan terus tinggi.

Apabila terjadi kecelakaan maka seringkali akan menyebabkan konflik tersembunyi lagi. Hal ini saya amati dari beberapa kejadian yang saya tahu dan dari beberapa kasus yang tertuang di surat pembaca di surat kabar lokal serta terakhir saya baca sebagai bahan diskusi di milis dosen UGM. Setiap kecelakaan mestinya diurus dan ditangani oleh pihak kepolisian guna dibuat berita acara dan penyelesaian secara hukum. Namun dalam kenyataannya seringkali hal ini juga malah akan merepotkan khususnya untuk kasus kecelakaan ringan, yang seringkali malah akan mengeluarkan biaya tambahan bagi pihak yang terlibat, minimal uang untuk surat keterangan atau untuk mengambil kendaraan kembali. Hal ini sebenarnya tidak ada aturannya, akan tetapi di lapangan fakta ini masih sering terjadi. Selanjutnya bagi pihak korban kecelakaan, tidak jelas siapa yang akan menanggung biaya pengobatan apabila korban sampai harus dibawa ke rumah sakit yang bahkan terkadang harus sampai tahap operasi. Untuk bus kota, pengemudi sering harus menanggung semua perbaikan kerusakan kendaraan dan juga menanggung konsekuensi pembiayaan bagi korban kecelakaan yang terjadi saat dia mengemudi. Pemilik bus tidak ikut bertanggung jawab atau dalam kasus-kasus tertentu mungkin bersedia menanggung sedikit bantuan. Untuk itu beban yang ditanggung pengemudi dalam hal ini akan menjadi besar, namun risiko ini kadang tetap dijalani karena tuntutan hidup sehari-hari, sehingga terkadang tetap mengemudi secara ugal-ugalan demi setoran tadi.

Dalam setiap kasus kecelakaan jalan raya, mestinya masyarakat sudah tahu bahwa hal ini dapat dibantu dengan pertanggungan dari asuransi, karena setiap pengguna kendaraan bermotor setiap tahun berkewajiban untuk membayar premi asuransi ini. Meskipun santunan yang diperoleh relatif kecil, namun hal ini tentu saja akan dapat membantu. Permasalahannya adalah seringkali faktor ketidaktahuan dari korban untuk mengurus santunan ini yang membuat urusan jadi relatif sulit bahkan terkadang juga harus keluar biaya lagi. Bahkan ada yang mengemukakan bahwa kalau terjadi kecelakaan dengan bus kota, maka pihak korban untuk mengurus asuransi ini harus bersedia menandatangani kesepakatan damai terlebih dahulu. Hal ini berarti proses hukum akan selesai. Tentu saja pihak korban akan menjadi pihak yang dikalahkan dalam hal ini. Apabila tetap berharap bantuan dari bus kota, maka muncul permasalahan baru. Pihak pemilik bus seringkali lepas tangan melalui cara aksi tunjuk dengan menunggu tanggungjawab dari pengemudi, bahkan berusaha mengulur-ulur waktu untuk berusaha lepas tangan sampai korban bosan sendiri. Pihak pengemudi yang seringkali dipaksa pemilik bus untuk bertanggung jawab seringkali tidak memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk membantu karena biasanya mereka sendiri sudah susah untuk memenuhi pendapatan harian mereka.

Catatan lain yang menarik adalah kalau terjadi kecelakaan seringkali kendaraan akan ditahan oleh pihak yang berwenang. Proses ini mestinya berlangsung sampai proses hukum diselesaikan. Untuk dapat mengeluarkan kembali ternyata memerlukan usaha sendiri dan bahkan untuk pihak korban saja harus mengeluarkan biaya. Untuk pihak bus, hal yang sama juga logikanya juga harus mengeluarkan biaya juga tetapi mungkin hal ini dilakukan oleh pemilik bus, sehingga bus dapat beroperasi kembali. Kejadian seperti ini lah yang saya amati yang menyebabkan kalau terjadi suatu kecelakaan maka orang-orang segera menyingkirkan kendaraan ke tepi tanpa mengurus dulu untuk identifikasi siapa salah dan siapa korban dan sebisa mungkin tidak diketahui untuk diurus oleh pihak berwenang. Ke depan mestinya harus ada upaya reformasi yang memberikan peningkatan layanan kepada masyarakat luas, termasuk untuk korban kecelakaan ini.

Terkait kembali dengan keberadaan bus trans yogya ini maka mestinya hal ini dapat menjadi alternatif angkutan kota Yogya yang lebih manusiawi. Dengan sistem operasional yang tertata maka mestinya tidak akan ada lagi pengemudi yang sembrono dan ugal-ugalan. Tentu saja akan berakibat risiko kecelakaan di jalan raya yang melibatkan bus kota akan semakin berkurang. Jika hal ini cukup baik mestinya dapat diupayakan jumlah bus kota reguler secara bertahap semakin dikurangi dan secepat mungkin pengadaan bus trans-Yogya ini dipercepat untuk menjangkau semua area di Yogyakarta termasuk sisi barat. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka banyak orang akan semakin berusaha untuk memiliki kendaraan pribadi sendiri relatif jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum. 

Semoga Yogya berhati nyaman akan dapat benar-benar nyaman.

 

 

Iqmal Tahir

Tinggalkan komentar