Saya bukan orang partai, jadi tidak ada pretensi apa-apa terhadap soal yang saya tuliskan ini. Jadi silakan anggap saja tulisan ini hanya sekedar intermezzo saja.

Beberapa waktu lalu, ada satu partai di Indonesia yang sedang mengalami gonjang-ganjing dan kekisruhan yang menurut saya cukup lucu juga. Partai ini memang berbasis keagamaan yang cukup kental dengan pendukung partisan yang cukup loyal dan kuat. Dalam pemilu meskipun tidak menjadi kelompok tiga besar tetapi memiliki suara yang cukup dan bahkan dirangkul membentuk satu koalisi untuk menjaga pemerintahan dan kekompakan parlemen. Namun dalam prakteknya kadang menjadi duri tersendiri dalam tubuh koalisi itu sendiri. Saya sendiri tidak mengikuti persis apa maunya partai ini dalam menjaga konsistensi kepartaian. Mereka memiliki unsur partai dalam pemerintahan, tetapi kadang sekaligus menjadi oposan melalui jalur parlemen. Seiring dengan waktu, terjadi kekisruhan yang melanda partai ini, saya tidak tahu entah karena unsur personal atau karena ditunggangi pihak lain.

Kekisruhan ini muncul dari salah seorang tokoh pendiri partai ini yang kemudian dipecat oleh generasi baru pemimpin partai yang saat ini memimpin. Tokoh yang sebenarnya kurang dikenal dalam skala nasional ini walaupun sempat menjadi anggota dewan yang kritis ini sontak menjadi tokoh berita dalam kurun minggu-minggu belakangan ini. Tokoh ini kemudian memunculkan berbagai peluru yang memborbardir ataupun boleh juga disebut kartu truf tentang sepak terjang para pemimpin partai itu dalam artian negatif. Berbagai isu mulai dari masalah personal seperti poligami sampai masalah keuangan baik sumber dana partai ataupun penggelapan sumbangan partai pun keluar menjadi sumber berita dan sampai dilaporkan ke Badan Kehormatan DPR. Bahkan tadinya akan diteruskan ke pihak KPK, hanya karena tidak melibatkan uang negara maka masalah penggelapan keuangan ini sepertinya tidak akan ditanganinya.

Manipulasi uang bergambar proklamator malu.

Manipulasi uang bergambar proklamator malu.

Soal penggelapan uang ini atau boleh disebut dengan korupsi inilah yang ingin saya tuliskan dalam postingan ini. Tokoh tadi menyebutkan tiga unsur pimpinan partai yang secara individual diduga melakukan korupsi atas dana sumbangan pada partai dalam jumlah besar. Masing-masing diduga melakukan korupsi ini pada kasus dana dan periode waktu yang berbeda. Satu catatan saya adalah soal alasan masing-masing tokoh yang dituding melakukan korupsi ini melakukan secara individual.

Bandingkan dengan kasus yang melibatkan partai lain dalam soal korupsi ini. Banyak kalangan partai yang melakukan korupsi ini secara berjamaah. Ada satu partai yang jelas dikenal berperan sebagai oposisi sekarang ini, pernah melakukan korupsi berjamaah dengan menerima dana dalam bentuk cek perjalanan untuk melancarkan pemilihan salah satu gubernur bank sentral. Ada partai yang membagi-bagikan hasil korupsi terkait soal pelolosan undang-undang kesehatan atau masalah lainnya.

Jadi di sini ada dua pola yang berlawanan antara satu partai dengan partai lainnya dalam pembagian hasil korupsi ini. Ada yang dinikmati sendiri tetapi ada yang dilakukan secara bersama-sama alias berjamaah.

Korupsi secara berjamaah tentunya akan memberikan jumlah total yang dikorupsi semakin menggelembung atau jika jumlahnya tetap maka karena dibagi akan memberikan hasil yang diterima lebih kecil. Jika dikorupsi sendirian maka semua akan masuk ke kantung pribadi. Dari sisi sosial jelas korupsi berjamaah akan memberikan efek solidaritas yang kuat untuk menyembunyikan kasus ini dan usaha keras untuk terhindar dari jeratan hukum secara bersama. Tetapi apabila dilakukan secara sendirian, maka peluang ada pihak lain yang mencium soal ini cenderung untuk menggunakannya untuk menjatuhkan.

Muncul pikiran iseng saya untuk menilai hal ini. Korupsi itu jelas berdosa karena melanggar hukum agama. Jika dianalogikan dengan pahala, maka pahala orang yang melakukan secara berjamaah akan mendapatkan ganjaran 27 kali lebih besar. Dengan demikian mungkin pikiran orang yang melakukan korupsi juga terngiang akan hal ini juga. Jika akan melakukan dosa, hendaknya dilakukan secara sendirian jangan dilakukan secara berjamaah. Jika suatu perbuatan menghasilkan dosa dan dilakukan secara berjamaah, mestinya juga akan dihukum dengan dosa yang berlipat 27 kali juga.  Dengan demikian mungkin akan muncul pemikiran kalau akan korupsi, lebih baik jika dilakukan secara sendirian saja supaya dosanya tidak berlipat ganda. Hehe…

Sudah tidak usah dianggap serius soal tulisan ini. Hal yang penting adalah kita ketahui bahwa korupsi dan pengelapan uang apapun namanya baik untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompok itu adalah melanggar hukum. Korupsi baik sendirian maupun berjamaah itu sama-sama mengkhianati rakyat dan negara ini. Hal ini mestinya harus diatasi dengan catatan akuntasi yang baik supaya tidak menimbulkan dugaan dan prasangka yang tidak baik. Soal dosa atau tidak, ini bukan urusan kita, ini lebih merujuk pada hubungan setiap person dengan Tuhan-nya masing-masing.

Iqmal Tahir

Tinggalkan komentar