Saya sejak tahun 1987 dapat memasuki universitas terbesar di Indonesia yakni Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya masuk ke Jurusan Kimia setelah lulus dari SMA Negeri 2 Purwokerto. Saat pengumuman kelulusan di SMA saat itu juga diumumkan daftar nama siswa yang dapat langsung masuk perguruan tinggi melalui jalur penelusuran Minat dan Dasar Keterampilan (PMDK), dan ternyata nama saya tercatat salah satu yang dapat langsung masuk perguruan tinggi. Saat itu saya memang memilih MIPA Kimia sebagai pilihan pertama dan syukur Alhamdulillah dapat langsung masuk. Di tingkat S1, saya menyelesaikan kuliah sekitar 5 tahun dan dapat lulus mendapatkan gelar Drs pada tahun 1992 dengan predikat cumlaude. Setelah magang kurang lebih selama 2 tahun, saya diterima sebagai CPNS di Jurusan Kimia FMIPA UGM. Saya melanjutkan S2 saya di UGM juga dengan model kerja riset saya di Universitas Innsbruck Austria. Lulus tahun 2000 dan mendapatkan gelar M.Si. Sehari-hari beraktivitas melaksanakan tri dharma pendidikan di UGM ini, sampai kemudian berpikir setelah sekian lama di UGM, sampai sekarang tidak tahu persis siapa itu Gadjah Mada yang digunakan sebagai nama universitas tempat saya belajar dan bekerja sejauh ini ?

Dulu saya mengenal Gadjah Mada hanya dari pelajaran sejarah / IPS, yang menerangkan Gadjah Mada adalah seorang patih di kerajaan Majapahit pada saat raja Hayamwuruk bertahta. Gadjah Mada terkenal dengan sumpahnya yakni Sumpah Palapa yang menyatakan tidak akan makan buah palapa sebelum dapat menyatukan Nusantara. Waktu kecil lagi nama Gadjah Mada lebih saya kenal sebagai nama ruas jalan di Jakarta yang jadi satu dengan jalan Hayamwuruk. Hal ini karena semasa kecil dulu sering diajak bapak untuk kulakan barang di kawasan perdagangan di dua ruas jalan tersebut. Kemudian di sekolah menengah baru lebih mengenal nama universitas di Yogyakarta, karena kemudian jadi idaman untuk sebagai tempat meneruskan pendidikan, yang kemudian ternyata dapat tercapai.

Sosok profil patih Gadjah Mada.

Sosok profil patih Gadjah Mada.


Patung Gadjah Mada

Pertama kali saya melihat sosok Gadjah Mada justru di tempat rekreasi Jatim Park di bagian tematik sejarah. Disajikan salah satu patung dada (ada wajahnya juga, tapi kok cuma disebut patung dada ya ?) dari Gadjah Mada. Tertarik lebih lanjut tentang tokoh satu ini akhirnya dicari di internet. Dengan adanya situs Wikipedia keingintahuan saya tentang siapa itu Gadjah Mada sudah terjawab di link ini. Dari link tersebut juga disajikan beberapa ilustrasi wajah Gadjah Mada.

Kiranya memang tepat juga universitas terbesar di Indonesia ini memilih nama Gadjah Mada. Hal ini karena dapat dilihat bahwa saat ini telah bersatu para pelajar dari seluruh wilayah Nusantara untuk menempuh pendidikan di universitas ini. Tidak hanya Nusantara dalam artian negara Indonesia saja, tetapi ada juga pelajar yang berasal dari Malaysia, Timor Leste atau wilayah lain di luar Indonesia yang masih dapat dikatakan dalam satu gugusan Nusantara. Jadi dapat dikatakan Sumpah Palapa sudah terwujud di UGM ini.

Omong-omong buah palapa itu seperti apa sih ya ? Saat masih di sekolah dasar, sempat mendengar buah yang terkait dengan ini adalah buah maja yang berbentuk bola besar seperti buah jeruk bali. Tetapi karena buah itu termasuk buah yang jarang untuk dimakan, ya tidak mungkin buah maja adalah buah palapa. Kalau buah yang mirip susunan huruf dan intonasinya adalah buah kelapa. Mungkin saja buah palapa adalah buah kelapa, apalagi wilayah Nusantara adalah wilayah penghasil buah kelapa. Ada yang dapat memberi masukan soal ini ? Kutipan buah maja dapat dibaca di bagian bawah sendiri.

Kutipan dari wikipedia soal Gadjah Mada:

Gajah Mada adalah salah satu tokoh besar pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai kitab dari zaman Jawa Kuno, ia menjabat sebagai Patih (Menteri Besar), kemudian Mahapatih (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Ia terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang menyatakan bahwa ia tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara.

Gadjah Mada   Gadjah Mada

Menurut Pararaton, Gajah Mada memulai karirnya di Majapahit sebagai komandan pasukan khusus Bhayangkara. Karena berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada tahun 1319. Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.

Pada tahun 1329, Patih Majapahit yakni Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya. Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya. Patih Gajah Mada sendiri tak langsung menyetujui. Ia ingin membuat jasa dahulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang saat itu sedang melakukan pemberotakan terhadap Majapahit. Keta dan Sadeng pun akhirnya takluk. Akhirnya, pada tahun 1334, Gajah Mada diangkat secara resmi oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai Patih Majapahit.

Sumpah Palapa
Pada waktu pengangkatannya, ia mengucapkan Sumpah Palapa, yang berisi bahwa ia akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) jika telah berhasil menaklukkan Nusantara. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton berikut :

Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa ”

Arti

Gajah Mada sang Mahapatih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada, “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pahang, Dompu, Pulau Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.

 Walaupun ada sejumlah (atau bahkan banyak) orang yang meragukan sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan Nusantara. Bedahulu (di Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.

Gadjah Mada

Di zaman pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) yang menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke wilayah timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwu, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Perang Bubat
Dalam Kidung Sunda diceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima pihak Kerajaan Sunda, dan rombongan besar Kerajaan Sunda datang ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan agung itu. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, memaksa menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan pengakuan kekuasaan Majapahit. Akibat penolakan pihak Sunda mengenai hal ini, terjadilah pertempuran tidak seimbang antara pasukan Majapahit dan rombongan Sunda di Bubat; yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan seluruh rombongannya gugur dalam pertempuran. Akibat peristiwa itu, Patih Gajah Mada dinonaktifkan dari jabatannya.

Dalam Nagarakretagama diceritakan hal yang sedikit berbeda. Dikatakan bahwa Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Sang raja menganugerahkan dukuh “Madakaripura” yang berpemandangan indah di Tongas, Probolinggo, kepada Gajah Mada. Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa pada 1359, Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih; hanya saja ia memerintah dari Madakaripura.

Disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama bahwa sekembalinya Hayam Wuruk dari upacara keagamaan di Simping, ia menjumpai bahwa Gajah Mada telah sakit. Gajah Mada disebutkan meninggal dunia pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi.

Kutipan dari IptekNet soal buah maja :

MAJA
Family RUTACEAE

buah maja

Deskripsi

Kandungan Daging buah maja halus, kuning atau oranye, harum sekali dan enak rasanya. Bagian yang dapat dimakan (daging buahnya) sebanyak 56-77% dari keseluruhan buah; untuk setiap 100 gram berisi: 61,5 g air, 1,8 g protein, 0,39 g lemak, 31,8 g karbohidrat, 1,7 g abu, 55 mg karotena, 0,13 mg tiamin, 1,19 mg riboflavin, 1,1 mg niasin, dan 8 mg vitamin C. Buah maja mengandung banyak tanin (kulit buahnya mencapai 20% tanin). Marmelosina (C13H12O3), rninyak yang miadah rnenguap, limonena, alkaloid, kumarin dan steroid juga dijumpai pada berbagai bagian dari pohon maja ini. Botani Pohon maja berukuran kecil dan mudah luruh daunnya, tingginya 10-15 m, pangkal barangnya berdiameter 25-50 cm. Cabang-cabang tuanya berduri; durinya tunggal atau berpasangan, panjangnya 1-2 cm. Daunnya berseling, beranak daun tiga-tiga; tangkai daunnya 2-4 cm panjangnya, tangkai daun lateral mencapai 3 mm, tangkai daun terminal sampai 15 mm; anak daun lateral bundar telur (ovate) sampai Prong (elliptic), mencapai 7 cm x 4,2 cm, anak daun terminal bundar telur sungsang (obovate) mencapai ukuran 7,5 cm x 4,8 cm, berbintik bintik kelenjar kecil-kecil tetapi rapat. Perbungaannya berbentuk tandan di ketiak, panjangnya 4-5 cm, bunga-bunganya bergerombol dengan kelopaknya bersegi tiga melebar, panjangnya 1,5 mm; daun mahkotanya lonjong-bundar telur sungsang, 14 mm x 8 mm, kehijau-hijauan sampai putih; benang sarinya 35-45 lembar, putih, tangkai sarinya 4-7 mm panjangnya; bakal buahnya 8 mm x 4 mm, tangkainya sangat pendek. Buahnya berupa buah buni yang agak bulat, diameternya 5-12,5 cm, seringkali bertempurung mengayu yang keras, bersegmen 8-i6(-20), berbiji 6-10 butir, berada di dalam daging buah yang jernih, lengket dan dapat dimakan. Bijinya terbungkus oleh bulu-bulu seperti wol, berada di dalam kantung yang berlendir lengket, yang akan mengeras jika dikeringkan, kulit bijinya putih.

Buah maja yang matang dapat dimakan langsung atau dibuat serbat, sirop, ‘marmalade’ dan nektar buah. Lendir yang ada di sekitar biji pada buah mentah dapat digunakan sebagai perekat untuk keperluan rumah tangga. Ekstrak daun dan buah mudanya di Jawa digunakan sebagai ganja tiruan. Di Jawa, buah yang hampir matang diiris-iris, dikeringkan dan digunakan sebagai obat disentri kronis, diare, dan sembelit. Ekstrak buah matang juga digunakan untuk obat bengkak dubur. Kulit buah mentah dapat digunakan sebagai cat kuning dan sebagai agen tanin. Di Indo-Cina, kulit batang dan daun maja digunakan sebagai obat demam yang hilang-timbul, tetapi di Sulawesi, kulit batang ini digunakan untuk meracun ikan. Di Jawa, daun muda maja digunakan sebagai lalap, walaupun konon daun muda ini dapat menyebabkan keguguran dan kemandulan pada wanita; dicampur dengan daun sirih dan kapur, daun maja dapat digosok gosokkan ke kulit yang gatal, dan digunakan sebagai tapel untuk luka. Di Madura, cairan daun maja digunakan sebagai obat penyakit mulut dan kuku pa.da ternak. Akar maja digunakan sebagai obat penenang debaran jantung, gangguan pencernaan, dan bengkak lambung. Kayu maja cocok untuk membuat perkakas kecil-kecilan, seperti gagang keris.

 

Iqmal Tahir

Satu tanggapan »

  1. I’d have to give green light with you here. Which is not something I usually do! I enjoy reading a post that will make people think. Also, thanks for allowing me to comment!

  2. nindy berkata:

    seharusnya penjelasan nya lebih singkat jadi
    yang pentingnya saja karena kalau nge print
    terlalu banyak !
    hehehehehehe

  3. budiyanto berkata:

    Great…..to patih Gajah Maja

Tinggalkan komentar